Kolaborasi Teknologi dan Inklusi Sosial untuk Mengantisipasi Tantangan Kesehatan dan Iklim Menuju 2030

PostJakarta
0


JAKARTA – 

Pada hari kedua Global Forum for Sustainable Resilience (GFSR) yang berlangsung di Jakarta, Kamis (12/9), kolaborasi teknologi cerdas dan pendekatan inklusif menjadi pusat perhatian. Diskusi ini menyoroti peran krusial teknologi dalam menghadapi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, dengan menekankan pentingnya keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam solusi yang diterapkan.


Dalam konteks menuju tahun 2030, berbagai tantangan kesehatan dan iklim diproyeksikan semakin meningkat akibat perubahan iklim yang terus berlangsung. Prof. Hammam Riza, Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), menekankan bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) dan pengumpulan data berbasis iklim dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat di tingkat lokal dan nasional. Dengan mengembangkan Climate Smart Indonesia, dashboard ini mampu memberikan analisis data iklim untuk menghadapi ancaman kesehatan akibat perubahan iklim secara lebih proaktif.


Di sisi lain, Harkunthi P. Rahayu, Ph.D., dari Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI), menekankan bahwa sistem peringatan dini (Early Warning System - EWS) harus bersifat inklusif dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang paling rentan. Ia menyebutkan bahwa inovasi teknologi tanpa pendekatan sosial yang inklusif tidak akan cukup efektif. "Tahun 2030 mengharuskan kita untuk memastikan bahwa teknologi canggih seperti EWS dapat menjangkau semua pihak secara merata," tambahnya.


Eric, dari Swiss Development Cooperation (SDC), juga menekankan bahwa digitalisasi menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menangani tantangan global seperti perubahan iklim dan kesehatan. Data spasial yang semakin terbuka memungkinkan analisis yang lebih mendalam dan pengambilan keputusan yang cepat, yang krusial dalam respons terhadap krisis kesehatan dan iklim.


Penelitian dan inovasi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga memainkan peran penting dalam memperkuat upaya kolaboratif. Dr. Nuraini Rahma Hanifa menekankan bahwa platform kolaboratif lintas sektor dibutuhkan untuk memastikan solusi yang inovatif dan berkelanjutan. Ia juga menekankan perlunya dukungan pendanaan agar riset dan inovasi dapat terus berkembang hingga tahun 2030.


Forum ini menekankan bahwa solusi menghadapi tantangan kesehatan dan iklim masa depan tidak hanya bergantung pada teknologi canggih, tetapi juga pada keterlibatan masyarakat dan kolaborasi yang inklusif. Dengan menghadapi tantangan ini bersama-sama, khususnya dengan menggabungkan inovasi teknologi dan pendekatan sosial yang inklusif, kita dapat menciptakan ketahanan berkelanjutan hingga 2030.



Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)